Bitcoin

Monday, August 8, 2011

Pola Makan Sehat ala Rasulullah SAW

saya mendapatkan info ini dari buklet fikih majalah Noor Edisi bulan Juli, yang saya beli pada tanggal 3 Agustus, klo dilihat waktu berlakunya sudah lewat ... pasti bertanya - tanya ngapain beli majalah yg dah lewat.
Membelinya juga "disengaja" karena untuk mengisi kebosanan karena menunggu datangnya pesawat yang akan membawa saya ke Jakarta. Daripada kebosanan gak ada juntrungannya makanya saya beli majalah yang sudah "expired" ini, walopun sudah expired tetapi saya mendapat ilmu baru yang belum pernah saya ketahui sebelumnya yaitu tentang apa itu pola makan Rasulullah SAW.
Menurut buklet yang saya baca, hal pertama yang menjadi meneu keseharian Rasulullah SAW adlah udara segar di subuh hari. Udara pagi hari kaya dengan oksigen dan belum terkotori oleh zat - zat lain (polusi)yang sangat memengaruhi vitalitas sesorang dalamberaktivitas seharian penuh.
Selanjutnya Rasulullah SAW menggunakan siwak untuk menjaga kesehatan mulut dan giginya. Selepas waktu subuh Rasulullah membuka menu sarapannya dengan segelas air yang dicampur sesendok madu asli. Khasiatnya luar biasa. Dalam Al-Qur'an, kata "syifa"/kesembuhan, yang dihasilkan oleh madu, diungkapkan dengan pola isim nakirah yang berarti "umum; menyeluruh". Ditinjau dari ilmu kesehatan, madu berfungsi membersihkan lambung, mengaktifkan usus - usus, menyembuhkan sembelit, wasir dan peradangan. Dalam istilah orang Arab,madu sikenal dengan "al-hafodz al-amin" (si penjaga atau yang terjaga, yang dapat dipercaya); karena selain sangat bermanfaat untuk pengobatan penyakit dalam, madu juga bisa menyembuhkan penyakit luar seperti luka bakar.
Memasuki waktu dhuha,Rasulullah SAW selalu makan 7 butir kurma ajwa' yang sudah matang. Sabda beliau, "Barang siapa yang makan 7 butir kurma, maka akan terlindung dari racun." Dan khasiat ini benar - benar terbukti ketika seorang perempuan Yahudi menaruh racun dalm makan Rasulullah SAW dalam makanan Rasulullah SAW dalam sebuah percobaan pembunuhan di perang Khaibar. Dalam sebuah penelitian di Mesir, penyakit kanker ternyata tidak bisa menyebar ke daerah - daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi kurma. Belakangan terbukti bahwa kurma memliki zat - zat yang bisa mematikan sel - sel kanker. Maka, tidak perlu heran kalau ALLAH SWT menyuruh Maryam RA, untuk makan kurma disaat kehamilannya, karena hal itu memang bagus bagi kesehatan janin.
Banyak hadist mengisahkan bahwa Rasulullah SAW sering berbuka puasa dengan segelas susu dan kurma, kemudian shalat maghrib. Kedua jenis makanan itu kaya dengan glukosa, sehingga langsung menggantikan gula yang kering setelah seharian berpuasa.
Menjelang sore hari, menu Rasulullah SAW selanjutnya adalah cuka dan minyak zaitun. Tentu saja bukan cuma cuka dan minyak zaitun saja tetapi dikonsumsi dengan makan pokok (roti). Manfaatnya banyak sekali, diantaranya, mencegah lemah tulang dan kepikunan dihari tua,melancarkan sembelit, menghancurkan kolesterol danmelancarkan pencernaan, juga befungsi untuk mencegah kanker dan suhu tubuh di musim dingin.
Di malam hari,menu utama Rasulullah SAW adalah sayur - sayuran. Beberapa hadis menyebutkan, beliau mengkonsumsi sana al-maliki dan sanut. "Keduanya mirip dengan sabbath dan ba'dunis yang dikenal masyarakat Mesir sekarang.
Selain menu "wajib" diatas, ada beberapajenis makanan yang disukai Rasulullah SAW meski beliau tidak rutin mengkonsumsinya. Diantaranya tsarid, yaitu campuranantara roti, daging dengankuah air masak. Beliau juga senang makan buah yaqthiin atau labu manis, yang terbukti bisa mencegah penyakit gula; serta senang makan anggur dan hilbah.
Menurut cerita, Rasulullah tak pernah sakit perut sepanjang hayatnya. Salah satu faktornya adalah karena beliau pandai menjaga makanannya sehari-hari dan tepat memilih panduan menu. Dalam "rekaman" siirah-nya, Rasulullah SAW diketahui tidak memakan dua jenis makanan yang berpotensi meningkatkan panas tubuh atau dua jenis makanan yang bisa menyebabkan dingin tubuh secara bersamaan.
Beliau juga tidak makan ikan dan daging dalam satu waktu. Beliau tidak langsung tidur setelah makan malam, karena hal itu tidak baik bagi kesehatan jantung. Beliau juga meminimalisir dalam mengkonsumsi daging, sebab terlalu banyak makan daging akan berakibat buruk pada persendian dan ginjal.
Pesan Umar RA, "Jangan kau jadikan perutmu sebagai kuburan bagi hewan - hewan ternak!" Maksudnya hindari memakan daging dalam jumlah yang cukup banyak.
Bebrapa hal yang penting juga diperhatikan -seperti diteladankan Rasulullah SAW- ialah :
1. tidak makan "daging" bersama "ikan"
2. tidak makan "ikan" bersama susu
3. tidak makan "ayam" bersama "susu"
4. tidak makan "ikan" bersama "telur"
5. tidak makan "ikan" bersama "daun salad"
6. tidak makan "susu" bersama "cuka"
7. tidak makan "buah" bersama "susu"
8. tidak makan "buah" setelah makan "nasi" ~sebaiknya "buah" dulu baru "nasi"

copas from Buklet Fikih Majalah Noor Edisi Juli 2011

Share

Friday, August 5, 2011

Bermaaf - maafan Sebelum Ramadhan

Fenomena ini sekarang dah menyebar kemana2, kalo bermaafan sebelum ramadhan saya dapatkan dari teman - teman setiap menjelang bulan ramadhan ... yang lebih ajaib lagi tahun ini ada yg bermaaf - maafan pada malam nisfu sya'ban (adakah hadis nya? wallahu'alam).
Bukankah kita dianjurkan beramal dengan berilmu artinya melakukan suatu amalan berlandaskan suatu ilmu hadits yang sahih.
artikel ini saya dapatkan dari info di google group myQers yang di link ke muslim.or.id
semoga artikel ini menjadi ilmu bagi kita semua, Amin :)
=======================================================================================

Bermaafan Sebelum Ramadhan

Penulis: Yulian Purnama

Kali ini akan kita bahas mengenai sebuah tradisi yang banyak dilestarikan oleh masyarakat, terutama di kalangan aktifis da’wah yang beramal tanpa didasari ilmu, tradisi tersebut adalah tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan. Ya, saya katakan demikian karena tradisi ini pun pertama kali saya kenal dari para aktifis da’wah kampus dahulu, dan ketika itu saya amati banyak masyarakat awam malah tidak tahu tradisi ini. Dengan kata lain, bisa jadi tradisi ini disebarluaskan oleh mereka para aktifis da’wah yang kurang mengilmu apa yang mereka da’wahkan bukan disebarluaskan oleh masyarakat awam. Dan perlu diketahui, bahwa tradisi ini tidak pernah diajarkan oleh Islam.

Mereka yang melestarikan tradisi ini beralasan dengan hadits yang terjemahannya sebagai berikut:

Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.

Do’a Malaikat Jibril itu adalah:
“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Namun anehnya, hampir semua orang yang menuliskan hadits ini tidak ada yang menyebutkan periwayat hadits. Setelah dicari, hadits ini pun tidak ada di kitab-kitab hadits. Setelah berusaha mencari-cari lagi, saya menemukan ada orang yang menuliskan hadits ini kemudian menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246, 254). Ternyata pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad (2/246, 254) ditemukan hadits berikut:

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له : يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين قال الأعظمي : إسناده جيد

“Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hambar yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.” Al A’zhami berkata: “Sanad hadits ini jayyid”.

Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407, 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).

Dari sini jelaslah bahwa kedua hadits tersebut di atas adalah dua hadits yang berbeda. Entah siapa orang iseng yang membuat hadits pertama. Atau mungkin bisa jadi pembuat hadits tersebut mendengar hadits kedua, lalu menyebarkannya kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, sehingga berubahlah makna hadits. Atau bisa jadi juga, pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan, lalu sengaja menyelewengkan hadits kedua ini untuk mengesahkan tradisi tersebut. Yang jelas, hadits yang tidak ada asal-usulnya, kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu, sebenarnya itu bukan hadits dan tidak perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan.

Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

“Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449)

Dari hadits ini jelas bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam. Jika ada yang berkata: “Manusia khan tempat salah dan dosa, mungkin saja kita berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari”. Yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta merta kita meminta maaf kepada semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal mereka orang-orang yang paling khawatir akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak sengaja atau tidak disadari tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,

إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 4/4, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)

Sehingga, perbuatan meminta maaf kepada semua orang tanpa sebab bisa terjerumus pada ghuluw (berlebihan) dalam beragama.

Dan kata اليوم (hari ini) menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja dan yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera, karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Sehingga mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap tahun tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.

Namun bagi seseorang yang memang memiliki kesalahan kepada saudaranya dan belum menemukan momen yang tepat untuk meminta maaf, dan menganggap momen datangnya Ramadhan adalah momen yang tepat, tidak ada larangan memanfaatkan momen ini untuk meminta maaf kepada orang yang pernah dizhaliminya tersebut. Asalkan tidak dijadikan kebiasaan sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun.

Wallahu’alam.

Share

Ikuuuut yuuuuks ........