Bagi suku Serawai perkawinan mempunyai beberapa tujuan. Tujuan suatu perkawinan adalah :
a. untuk mendapatkan teman hidup dan memperoleh keturunan.
b. untuk memenuhi kebutuhan biologis, hal dimaksudkan agar kaum muda dapat terhindar dari perbuatan tercela;
c. agar dapat bergaul di tengah-tengah masyarakat secara layak dan telah masuk dalam kategori orang tua-tua (orang yang bisa mewarisi adat istiadat setempat).
Dalam adat suku Serawai juga terdapat pembatasan atau larangan perkawinan. Seseorang dilarang untuk kawin dengan saudara dekat dan sangat dianjurkan untuk menikah dengan dengan seseorang yang tidak mempunyai hubungan darah. Apabila perkawinan dengan saudara dekat tidak dapat dihindarkan maka kedua mempelai harus membayar denda adat pada upcara perkawinan mereka, yaitu mengorbankan seekor kambing.
Bentuk-bentuk perkawinan dalam adat suku Serawai terdiri dari :
a. Kawin Biasa yaitu perkawinan yang dilakukan melalui proses secara adat dan sebelumnya kedua mempelai sudah saling mencintai serta direstui oleh kedua orang tua;
b. Kawin Lari atau Selarian yaitu perkawinan yang dianggap melanggar adat dan harus menerima sanksi serta denda secara adat. Selarian dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu :
1) Lari Maling Diri, yaitu apabila pemuda melarikan kekasihnya dengan didampingi oleh seorang teman dari si laki-laki dan seorang teman gadis dari si perempuan. Sebelum lari kedua calon mempelai meninggalkan sepucuk surat untuk orang tua si perempuan yang menyatakan bahwa mereka telah kawin lari dengan di dampingi dua orang temannya;
2) Lari Sebambangan, yaitu apabila pemuda melarikan kekasihnya dengan dua orang teman mereka tanpa meninggalkan sepucuk surat untuk orang tua si gadis;
3) Lari Nido Betanggo, yaitu apabila pemuda melarikan kekasihnya tanpa di dampingi oleh seorang teman-pun dan juga tidak meninggalkan sepucuk surat untuk orang tua si gadis.
Secara adat, dalam Selarian si pemuda akan melarikan isterinya ke tempat tinggal keluarga. Di rumah keluarga laki-laki telah menunggu segenap keluarganya dan unsur pemerintah setempat untuk menunggu kedatangan pihak keluarga perempuan yang menyusul (orang yang beturut). Setelah orang beturut datang maka dilakukan pembicaraan antara kedua belah pihak dengan mediator dari unsur pemerintah setempat.
c. Kawin Ganggang yaitu perkawinan yang dilakukan apabila kedua mempelai tidak dapat segera berkumpul setelah upacara perkawinan. Hal ini sering terjadi apabila salah satu atau kedua calon pengantin masih menuntut ilmu di tempat yang saling berjauhan. Peresmian atau pesta keramaian perkawinan dilakukan paling lama setahun setelah upacara pernikahan.
d. Kawin Genti Tikar yaitu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan saudara isterinya, apabila isterinya tersebut telah meninggal dunia.
e. Kawin Surung Kulo yaitu perkawinan yang dilakukan antara seorang wanita dengan saudara suaminya, apabila suaminya itu telah meninggal dunia.
Sebelum melakukan upacara perkawinan secara adat yang disebut dengan istilah Bimbang Adat, keluarga belah pihak calon pengantin terlebih dahulu melaksanakan serangkaian upacara sebelum perkawinan. Upacara-upacara adat tersebut adalah :
a. Nyiluri Ciri atau Nerangka Uang :
Dalam upacara ini pihak keluarga laki-laki datang ke rumah keluarga wanita untuk membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan rencana perkawinan kedua calon mempelai. Dalam upacara ini kedua calon mempelai saling memberikan tanda cinta berupa barang. Pada waktu ini pergaulan kedua calon mempelai mencapai suatu tahap yang disebut Tepiak Uang Keleman atau menaruh uang dalam gelap yang bermakna bahwa janji atara kedua mereka masih dirahasiakan dan belum diumumkan kepada orang banyak.
b. Ngulang Lautan :
Tiga malam setelah upacara Nyiluri Ciri, calon suami mengantar sirih dan pinang ke rumah calon mertuanya. Dalam kunjungan ini calon mempelai laki-laki ditemani oleh seorang kawan dan menginap di rumah calon mertuanya selama satu malam. Dengan upacara ini calon pengantin laki-laki memberikan penghormatan kepada keluarga calon mempelai perempuan dan memperoleh kesempatan untuk saling berkenalan dengan kerabat calon mempelelai perempuan.
Setelah satu atau dua minggu kemudian, calon mempelai laki-laki kembali berkunjung ke rumah keluarga calon mempelai perempuan tanpa didampingi oleh seorang teman. Dalam kunjungan kedua ini calon mempelai laki membawa pakaian dan alat-alat untuk bekerja. Selanjutnya calon mempelai laki-laki menginap di rumah keluarga perempuan selama satu minggu, dan selama itu pula dia akan dinilai oleh keluarga calon mempelai perempuan apakah sudah siap untuk menikah. Kesiapan untuk menikah ini dinilai dari keterampilannya dalam bekerja dan bertingkah-laku sehari-hari. Acara Ngulang Lautan ini dapat juga dilakukan oleh calon mempelai perempuan apabila pihak keluarga laki-laki menghendakinya.
Dalam adat suku Serawai peresmian perkawinan dilakukan di rumah keluarga perempuan terlebih dahulu, karena di rumah calon mempelai perempuan biasanya upacara akad nikah dilangsungkan. Rangkaian upacara pelaksanaan perkawinan dalam adat suku Serawai, yang disebut Bimbang Adat, terdiri dari berbagai upacara, yaitu :
a. Negak Pengujung, yakni bergotong-royong mendirikan tarub atau tenda untuk tempat dilangsungkannya seluruh upacara perkawinan.
b. Tunggu Tunang, yakni upacara sebelum melakukan upacara akad nikah. Pada upacara ini mempelai laki-laki diiringi oleh dua orang inang pengantin dan seorang tua, yang disebut Tuo Menda pergi ke rumah calon mempelai perempuan yang sudah siap menerima pengantin menikah. Setelah mempelai laki dan rombongannya disambut oleh keluarga mempelai perempuan, mereka kemudian dijamu makan di dalam Pengujung (tenda/tarub). Setelah itu dilanjutkan dengan acara Mantau Makan, di sini kedua calon mempelai diundang makan oleh para tetangga atau masyarakat dusun tempat berlangsungnya acara pernikahan. Acara mantau makan ini akan berlangsung lama apabila yang mengundang banyak jumlahnya. Apabila acara Mantau Makan telah selesai, maka akan dilanjutkan dengan upacara Madu Kulo atau memadu janji untuk menentukan status kedua suami isteri setelah upacara perkawinan. Apabila upacara Madu Kulo telah selesai maka akan dilanjutkan dengan upacara Akad Nikah.
Setelah seluruh upacara perkawinan selesai dilaksanakan maka dilakukan pula beberapa acara adat lagi. Acara-acara adat tersebut adalah :
a. Mendoa minta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mohon ampun kepada arwah nenek moyang atas segala kesalahan yang diperbuat selama upacara perkawinan.
b. Ngulang Runut, yaitu acara yang dilakukan setelah beberapa minggu perkawinan selesai. Kedua suami isteri berkunjung ke rumah orang tua isteri dengan membawa wajik sebagai oleh-oleh. Tujuan Ngulang Runut ini adalah untuk lebih mengakrabkan hubungan antara suami dengan kerabat pihak isteri.
Sama halnya dengan adat suku Rejang, untuk menentukan tempat menetap kedua mempelai setelah perkawinan dilakukan acara memadu janji antara kedua belah pihak keluarga. Upacara memadu janji yang disebut Madu Kulo ini dilaksanakan sebelum upacara pernikahan. Hasil perjanjian tersebut dapat dibedakan dalam tiga jenis, yakni :
a. Kulo Reto atau Tambik Anak :
Dengan hasil perjanjian Kulo Reto, mempelai perempuan seolah-olah sudah dibeli oleh mempelai laki-laki. Oleh sebab itu, sang isteri tidak berhak menentukan tempat tinggal mereka setelah menikah, kalau sang suami belum memiliki tempat tinggal sendiri maka mereka akan menetap sementara di rumah orang tua suami. Biasanya apabila terjadi perjanjian Kulo Reto, orang tua suami sudah menyediakan rumah dan sebidang sawah untuk tempat tinggal dan modal kehidupan bagi keluarga baru tersebut.
b. Kulo Semendo Masuak Kampung :
Perjanjian seperti ini merupakan kebalikan dari perjanjian Kulo Reto, di mana pengantin laki-laki seolah-olah dibeli oleh pihak perempuan. Dalam hal ini pihak keluarga perempuan yang akan menyediakan rumah dan sawah untuk pasangan keluarga baru ini.
c. Kulo Semendo Merdiko atau Semendo Rajo-Rajo :
Perjanjian seperti ini menentukan bahwa kedua mempelai bebas menetapkan di mana mereka hendak menetap. Andaikata mereka belum memiliki tempat tinggal sendiri maka mereka bebas memilih tempat menumpang sementara.
*Sumber : http://musiardanis.multiply.com
Friday, August 6, 2010
Adat dan Upacara Pernikahan Suku Serawai
Label: adat, pernikahan, serawai
Diposkan oleh Norma Puspita di 2:40 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment