"Healing"
Written and Produced by Sami Yusuf
Lyrics co-written by Dr. Walid Fataihi
Mixed and Mastered at Andante Studios
VERSE 1:
It's so hard to explain
قد يصعب عليّ أن أعبر
What I'm feeling
عمّا يختلج في قلبي
But I guess it's ok
لكن اعتقادي
Cause I'll keep believing
ينبع من إيماني
There's something deep inside
هناك شيء في الأعماق
Something that's calling
ينادي
It's calling you and I
يناديني ويناديك
It's taking us up high
يرتقي بنا إلى الأعلى
CHORUS:
Healing, a simple act of kindness brings such meaning
الشفاء ... قد يتجسّد في عمل بسيط لطيف
A smile can change a life let's start believing
بسمة قد تغير حياة الإنسان
And feeling, let's start healing
فلنبدأ بعمل يكون فيه شفاء
VERSE 2:
Heal and you will be healed
شفاء بشفاء .. ومع كل شفاء شفاء
Break every border
اكسر القيود والحدود
Give and you will receive
اعط تُعطى .. فالعطاء يوجب عطاء
It's Nature's order
نظام كوني رباني
There is a hidden force
هناك قوى خفية
Pulling us closer
تجذب بعضنا لبعض
It's pulling you and I
تجذبني أنا وأنت
It's pulling us up high
تجذبنا للأعلى
CHORUS:
Healing, a simple act of kindness brings such meaning
الشفاء ... قد يتجسّد في عمل بسيط لطيف
A Smile can change a life let's start believing
بسمة قد تغير حياة الإنسان
And feeling, let's start healing
فلنبدأ بعمل يكون فيه شفاء
MIDDLE 8:
Hearts in the hand of another heart and in God's hand are all hearts
قلب بين يدي قلب و بيد الله كل قلب
An eye takes care of another eye and from God's eye nothing hides
عين ترعى عينا .. وعين الله ترعى، و لا شيء عنه يخفى
Seek only to give and you'll receive
إسع نحوالعطاء... و ستلقى و تعطى
So, heal and you will be healed
إشف.. و سوف تشفى
OUTRO (x2):
قلب بين يدي قلب و بيد الله كل قلب
عين ترعى عينا، وعين الله ترعى
كلمة طيبة صدقة
تبسمك لأخيك صدقه
كل معروف صدقة
اللهم اشف شفاءً لا يغادر سقماً
Source : http://www.samiyusufofficial.com
Saturday, August 21, 2010
Healing
Label: healing, Sami Yusuf, single, track
Diposkan oleh Norma Puspita di 12:17 AM 2 komentar
Friday, August 6, 2010
Adat dan Upacara Pernikahan Suku Serawai
Bagi suku Serawai perkawinan mempunyai beberapa tujuan. Tujuan suatu perkawinan adalah :
a. untuk mendapatkan teman hidup dan memperoleh keturunan.
b. untuk memenuhi kebutuhan biologis, hal dimaksudkan agar kaum muda dapat terhindar dari perbuatan tercela;
c. agar dapat bergaul di tengah-tengah masyarakat secara layak dan telah masuk dalam kategori orang tua-tua (orang yang bisa mewarisi adat istiadat setempat).
Dalam adat suku Serawai juga terdapat pembatasan atau larangan perkawinan. Seseorang dilarang untuk kawin dengan saudara dekat dan sangat dianjurkan untuk menikah dengan dengan seseorang yang tidak mempunyai hubungan darah. Apabila perkawinan dengan saudara dekat tidak dapat dihindarkan maka kedua mempelai harus membayar denda adat pada upcara perkawinan mereka, yaitu mengorbankan seekor kambing.
Bentuk-bentuk perkawinan dalam adat suku Serawai terdiri dari :
a. Kawin Biasa yaitu perkawinan yang dilakukan melalui proses secara adat dan sebelumnya kedua mempelai sudah saling mencintai serta direstui oleh kedua orang tua;
b. Kawin Lari atau Selarian yaitu perkawinan yang dianggap melanggar adat dan harus menerima sanksi serta denda secara adat. Selarian dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu :
1) Lari Maling Diri, yaitu apabila pemuda melarikan kekasihnya dengan didampingi oleh seorang teman dari si laki-laki dan seorang teman gadis dari si perempuan. Sebelum lari kedua calon mempelai meninggalkan sepucuk surat untuk orang tua si perempuan yang menyatakan bahwa mereka telah kawin lari dengan di dampingi dua orang temannya;
2) Lari Sebambangan, yaitu apabila pemuda melarikan kekasihnya dengan dua orang teman mereka tanpa meninggalkan sepucuk surat untuk orang tua si gadis;
3) Lari Nido Betanggo, yaitu apabila pemuda melarikan kekasihnya tanpa di dampingi oleh seorang teman-pun dan juga tidak meninggalkan sepucuk surat untuk orang tua si gadis.
Secara adat, dalam Selarian si pemuda akan melarikan isterinya ke tempat tinggal keluarga. Di rumah keluarga laki-laki telah menunggu segenap keluarganya dan unsur pemerintah setempat untuk menunggu kedatangan pihak keluarga perempuan yang menyusul (orang yang beturut). Setelah orang beturut datang maka dilakukan pembicaraan antara kedua belah pihak dengan mediator dari unsur pemerintah setempat.
c. Kawin Ganggang yaitu perkawinan yang dilakukan apabila kedua mempelai tidak dapat segera berkumpul setelah upacara perkawinan. Hal ini sering terjadi apabila salah satu atau kedua calon pengantin masih menuntut ilmu di tempat yang saling berjauhan. Peresmian atau pesta keramaian perkawinan dilakukan paling lama setahun setelah upacara pernikahan.
d. Kawin Genti Tikar yaitu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan saudara isterinya, apabila isterinya tersebut telah meninggal dunia.
e. Kawin Surung Kulo yaitu perkawinan yang dilakukan antara seorang wanita dengan saudara suaminya, apabila suaminya itu telah meninggal dunia.
Sebelum melakukan upacara perkawinan secara adat yang disebut dengan istilah Bimbang Adat, keluarga belah pihak calon pengantin terlebih dahulu melaksanakan serangkaian upacara sebelum perkawinan. Upacara-upacara adat tersebut adalah :
a. Nyiluri Ciri atau Nerangka Uang :
Dalam upacara ini pihak keluarga laki-laki datang ke rumah keluarga wanita untuk membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan rencana perkawinan kedua calon mempelai. Dalam upacara ini kedua calon mempelai saling memberikan tanda cinta berupa barang. Pada waktu ini pergaulan kedua calon mempelai mencapai suatu tahap yang disebut Tepiak Uang Keleman atau menaruh uang dalam gelap yang bermakna bahwa janji atara kedua mereka masih dirahasiakan dan belum diumumkan kepada orang banyak.
b. Ngulang Lautan :
Tiga malam setelah upacara Nyiluri Ciri, calon suami mengantar sirih dan pinang ke rumah calon mertuanya. Dalam kunjungan ini calon mempelai laki-laki ditemani oleh seorang kawan dan menginap di rumah calon mertuanya selama satu malam. Dengan upacara ini calon pengantin laki-laki memberikan penghormatan kepada keluarga calon mempelai perempuan dan memperoleh kesempatan untuk saling berkenalan dengan kerabat calon mempelelai perempuan.
Setelah satu atau dua minggu kemudian, calon mempelai laki-laki kembali berkunjung ke rumah keluarga calon mempelai perempuan tanpa didampingi oleh seorang teman. Dalam kunjungan kedua ini calon mempelai laki membawa pakaian dan alat-alat untuk bekerja. Selanjutnya calon mempelai laki-laki menginap di rumah keluarga perempuan selama satu minggu, dan selama itu pula dia akan dinilai oleh keluarga calon mempelai perempuan apakah sudah siap untuk menikah. Kesiapan untuk menikah ini dinilai dari keterampilannya dalam bekerja dan bertingkah-laku sehari-hari. Acara Ngulang Lautan ini dapat juga dilakukan oleh calon mempelai perempuan apabila pihak keluarga laki-laki menghendakinya.
Dalam adat suku Serawai peresmian perkawinan dilakukan di rumah keluarga perempuan terlebih dahulu, karena di rumah calon mempelai perempuan biasanya upacara akad nikah dilangsungkan. Rangkaian upacara pelaksanaan perkawinan dalam adat suku Serawai, yang disebut Bimbang Adat, terdiri dari berbagai upacara, yaitu :
a. Negak Pengujung, yakni bergotong-royong mendirikan tarub atau tenda untuk tempat dilangsungkannya seluruh upacara perkawinan.
b. Tunggu Tunang, yakni upacara sebelum melakukan upacara akad nikah. Pada upacara ini mempelai laki-laki diiringi oleh dua orang inang pengantin dan seorang tua, yang disebut Tuo Menda pergi ke rumah calon mempelai perempuan yang sudah siap menerima pengantin menikah. Setelah mempelai laki dan rombongannya disambut oleh keluarga mempelai perempuan, mereka kemudian dijamu makan di dalam Pengujung (tenda/tarub). Setelah itu dilanjutkan dengan acara Mantau Makan, di sini kedua calon mempelai diundang makan oleh para tetangga atau masyarakat dusun tempat berlangsungnya acara pernikahan. Acara mantau makan ini akan berlangsung lama apabila yang mengundang banyak jumlahnya. Apabila acara Mantau Makan telah selesai, maka akan dilanjutkan dengan upacara Madu Kulo atau memadu janji untuk menentukan status kedua suami isteri setelah upacara perkawinan. Apabila upacara Madu Kulo telah selesai maka akan dilanjutkan dengan upacara Akad Nikah.
Setelah seluruh upacara perkawinan selesai dilaksanakan maka dilakukan pula beberapa acara adat lagi. Acara-acara adat tersebut adalah :
a. Mendoa minta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mohon ampun kepada arwah nenek moyang atas segala kesalahan yang diperbuat selama upacara perkawinan.
b. Ngulang Runut, yaitu acara yang dilakukan setelah beberapa minggu perkawinan selesai. Kedua suami isteri berkunjung ke rumah orang tua isteri dengan membawa wajik sebagai oleh-oleh. Tujuan Ngulang Runut ini adalah untuk lebih mengakrabkan hubungan antara suami dengan kerabat pihak isteri.
Sama halnya dengan adat suku Rejang, untuk menentukan tempat menetap kedua mempelai setelah perkawinan dilakukan acara memadu janji antara kedua belah pihak keluarga. Upacara memadu janji yang disebut Madu Kulo ini dilaksanakan sebelum upacara pernikahan. Hasil perjanjian tersebut dapat dibedakan dalam tiga jenis, yakni :
a. Kulo Reto atau Tambik Anak :
Dengan hasil perjanjian Kulo Reto, mempelai perempuan seolah-olah sudah dibeli oleh mempelai laki-laki. Oleh sebab itu, sang isteri tidak berhak menentukan tempat tinggal mereka setelah menikah, kalau sang suami belum memiliki tempat tinggal sendiri maka mereka akan menetap sementara di rumah orang tua suami. Biasanya apabila terjadi perjanjian Kulo Reto, orang tua suami sudah menyediakan rumah dan sebidang sawah untuk tempat tinggal dan modal kehidupan bagi keluarga baru tersebut.
b. Kulo Semendo Masuak Kampung :
Perjanjian seperti ini merupakan kebalikan dari perjanjian Kulo Reto, di mana pengantin laki-laki seolah-olah dibeli oleh pihak perempuan. Dalam hal ini pihak keluarga perempuan yang akan menyediakan rumah dan sawah untuk pasangan keluarga baru ini.
c. Kulo Semendo Merdiko atau Semendo Rajo-Rajo :
Perjanjian seperti ini menentukan bahwa kedua mempelai bebas menetapkan di mana mereka hendak menetap. Andaikata mereka belum memiliki tempat tinggal sendiri maka mereka bebas memilih tempat menumpang sementara.
*Sumber : http://musiardanis.multiply.com
Label: adat, pernikahan, serawai
Diposkan oleh Norma Puspita di 2:40 AM 0 komentar
Kesenian Serawai : Bedindang
Kesenian dendang ini dalam pemakaiannya ada 2 macam, yaitu :
1. Bedindang nunggu buak masak
kegiatan dendang ini masih dimulai dari dendang beledang juga yang berakhir sampai dendang rampai. tetapi tanda berhentinya dilihat dari tarinya. dendang seperti ini, tarinya hanya sebatas tari redok saja. sesudah makan juadah, habislah dendang ini.
2. Bedindang Mutus Tari
kegiatan masih dimulai dari dendang beledang hingga dendang rampai. sebagai bukti mutus tari, harus ditutup dengan tari rendai yang diawali tari kain panjang, terus keredok, diselesaikan dengan tari orang empat ( mengempatkan). bila upacara tersebut sudah selesai, maka dibuktikanlah dengan Jambar. orang dulu menyebut Jambar ini sebagai denda membuka tari kain panjang, lalu kerendai, karena tari ini adalah tari besar.
sampai sekarang orang masih banyak sekali yang berdendang mutus tari itu dengan kata berdendang dari awal sampai akhir. karena tiap awalan pasti ada akhiran, jadi dendang ini sebaiknya disebut saja dengan berdendang mutus tari yang dapat dibuktikan dengan menjambar.
Ketentuan Jambar
Jambar yang dibuat dan menjadi kewajiban itu ada 3 macam.
1. jambar nasi kunyit sebanyak tiga buah sebagai denda atas pemakaian tari kain panjang dan tari rendai tadi
2. jambar nasi lemak, jambar ini tidak ditentukan berapa banyaknya, hanya mengikuti kemampua orang yang mengangkat pekerjaan bimbang itu sendiri.
3. jambar denda kepada orang yang melakukan kesalahan di dalam arena itu, yaitu harus nasi kunyit yang dibuat oleh sepokok rumah yang banyaknya sesuai dengan jumlah orang yang berbuat
Orang yang yang Berhak Menerima Jambar Wajib
jambar wajib berupa nasi kunyit yang berjumlah 3 buah itu yaitu :
1. 1 untuk yang bernama Gerak Alam
2. 1 untuk yang bernama Menggetar Alam
3. 1 untuk yang bernama Melinggang Alam
ketiga orang ini disebut Rajau Tigau Silau, karena orang inilah yang memegangkan tari-tari di denda itu.
pada masa sekarang sebagai pengganti ketiga nama tersebut adalah :
1. 1 untuk pemegang adat
2. 1 untuk tuau kerjau
3. 1 untuk jenang empat
adapun alat atau instrument yang dipakai dalam bedindang ini adalah :
1. Rebana secukupnya
2. Gendang Panjang 2 buah
3. Biola
4. Kain Panjang 2 lembar
5. 4 Lembar sapu tangan
6. dua buah piring
7. dua lembar selendang dan sebuah payung
8. Serunai
*Sumber : http://budayasukuserawai.blogspot.com
Label: bedindang, kesenian, serawai
Diposkan oleh Norma Puspita di 2:31 AM 0 komentar
Sastra Serawai : Rejung
Rejung merupakan salah satu sastra lisan dari daerah Serawai. Seni Rejung, sangat terkenal di berbagai kalangan di daerah Serawai. Meskipun banyak orang yang belum tahu apa itu Rejung?
Rejung adalah salah satu kesenian yang bentuk dan sifatnya mirip dengan pantun. Perbedaannya terletak pada jumlah barisnya yaitu, terdiri dari sepuluh atau dua belas baris. Yang terdiri dari, lima baris sampiran dan lima baris isi. Atau enam baris sampiran dan enam baris isi bagi Rejung yang terdiri dari dua belas baris.
Definisi lain menyebutkan bahwa Rejung merupakan suatu sastra daerah yang berbentuk puisi yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa sampiran dan bagian kedua berupa isi. Jumlah baris yang terdapat pada rejung adalah sepuluh sampai dua belas baris. Jika rejung itu terdiri dari sepuluh baris, maka lima baris pertama adalah sampiran dan lima baris terakhir adalah isi. Begitu juga sebaliknya, jika rejung tersebut terdiri dari dua belas baris, maka enam baris pertama disebut sebagai sampiran dan enam baris terakhir disebut sebagai isi.
Dengan demikian, Rejung merupakan sastra lisan daerah Serawai yang berbentuk puisi yang memiliki sepuluh sampai dua belas baris, yang terdiri dari sampiran dan isi. Dalam segi pembacaannya, rejung dibacakan dengan nada dan irama tertentu.
Dalam segi penulisan dan pembuatannya, Rejung memiliki aturannya sendiri. Setiap baris pertama dalam enam atau lima baris pada rejung itu, akan diambil dari dua kata terakhir dari baris kedua.
Misalnya, pada baris kedua, terdapat kata “Gedung Agung bekuto tinggi”, maka untuk baris pertamanya adalah “Bekuto tinggi”. Sehingga penulisannya menjadi:
Bekuto tinggi
Gedung Agung bekuto tinggi
(Dan seterusnya….)
Dari contoh di atas, maka baris pertama yang terdapat pada rejung mempunyai kedudukan sebagai judul dari rejung tersebut.
Ada beberapa fungsi dan kegunaan seni rejung, di antaranya yaitu:
1. Rejung berfungsi sebagai hiburan, khususnya untuk kaum muda-mudi
2. Rejung berfungsi sebagai pelengkap dari tari adat. Dalam hal ini, penyajiannya dilakukan dengan cara dan nada tertentu.
Misalnya: ketika seorang gadis menari, tiba-tiba suara musik pengiring mulai melemah, maka pada saat itu juga sang gadis mulai melanjutkan tariannya dengan rejung. Rejung yang digunakan dapat berupa rejung 14, yaitu:
Mandi angin
Belarislah kuto Mandi Angin
Kuto tegua beghangkai bila
Dayang serikan di berugo
Nyudoka tenun salah ragi
Di beringin
Pesan bereba di beringin
Rawa percang di keruya
Taun mano bulan kebilo
Mangko lawas terbang tinggi.
Setelah sang gadis selesai membawakan rejung di atas, maka sang pemuda membalas dengan membawakan rejung juga. Rejung yang digunakan dapat berupa rejung 30, yaitu:
Muaro Kedurang
Daun sesepet muaro Kedurang
Makanan anak burung lelanting
Layu ditimpo mato aghi
Kayu aro tumbua di gunung
Burung terbang ke belitia
Manau riang
Galung sesaut manau riang
Tinggi sesangi riang kuning
Puting ndak ngenjam parotiwi
Kalu tungkat kayu merujung
Gudung ndak nyingkau aban putia.
Setelah suara sang pemuda hilang, maka suara musik kembali mengiringi dan tarian dilanjutkan kembali.
3. Rejung berfungsi sebagai ungkapan seseorang dengan maksud tertentu, yang disampaikan secara lisan dan ditujukan kepada orang lain baik itu secara individu maupun secara kelompok. Dalam hal ini, tidak ada pembatasan umur. Dengan kata lain, fungsi ini berlaku untuk semua orang.
Misalnya: ketika seseorang ditunjuk untuk menyampaikan kata sambutan dalam acara pesta pernikahan anaknya. Maka, ketika ia menutup kata sambutannya, ia dapat menggunakan rejung berikut:
Kami ka kayiak
Kali ini kami ka kayiak
Sughang ado nunggu berugo
Selasia kembang di laman
Kembang meniru bungo padi
Kundang ka baliak
Ketiko kundang ka baliak
Mpuak betemu mungkin gi lamo
Tinggalka tinjak di laman
Batan pemabang ati rindu.
4. Rejung juga digunakan sebagai penutup surat
Misalnya: seorang anak mengirimkan surat kepada pamannya. Di dalam surat itu, ia menceritakan tentang kematian ayahnya. Sebelum kematian ayahnya tersebut, saudaranya sudah ada yang meninggal dunia. Maka, Rejung yang digunakan untuk mengakhiri surat itu adalah:
Kuto Bengkulu
Bo laris kuto Bengkulu
Bo gending kuto di Lintang
Giring tebing di Lintang pulo
Tanjung Tapus perang kuagai
Siwar tekebat di tiang garang
Nian aku
Tanduak tepeguak nian aku
Kundang lengit sedaro ilang
Tapak kepingin kengit pulo
Rindu dendam sedang beragai
Terapunglah badan tinggal sughang.
5. Rejung juga sering digunakan dalam upacara adat tradisional, misalnya pada upacara Madu Kulo, Madu Rasan, dan lain sebagainya.
Sama halnya seperti karya sastra lain, rejung memiliki isi dan makna tertentu. Dari makna dan isi tersebut, pendengar/pembaca/penikmat Rejung dapat melihat dan merasakan nilai-nilai yang terkandung dalam rejung tersebut, yang termuat secara utuh di dalam isi Rejung.
Nilai-nilai tersebut antara lain:
1. Nilai Hindonik
Rejung mampu memberikan kesenangan kepada orang lain (individu) atau masyarakat pendengarnya
2. Nilai Artistik
Rejung mampu memperlihatkan kemahiran dan keterampilan seseorang melalui orang yang menyanyikan rejung tersebut. Karena, tidak semua orang mampu menyanyikan dan membuat rejung
3. Nilai Kultural
Rejung memang mengandung hubungan yang mendalam dengan masyarakat pendukungnya atau dengan kata lain disebut sebagai sebuah peradaban kebudayaan.
4. Nilai Etik, Moral dan Religius
Berdasarkan tata cara membawakan rejung, warna dari rejung itu sendiri, bentuk dan isi serta makna yang terkandung dari rejung yang dibaca, maka kita dapat merasakan bahwa di dalam rejung tersebut mengandung ajaran-ajaran etika, moral, dan agama.
Misalnya: adanya pendidikan moral yang terdapat pada rejung di bawah ini:
Menetak atap
Jangan urung menetak atap
Singka di tetak bayang tebu
Ayiak tegenang di perigi
Itiak bedenang tigo ikuak
Bekato mantap
Jangan ading bekato mantap
Kalu ka nesal iluak dulu
Pikirka kudai dalam ati
Injiak sekarang nido iluak.
Di dalam rejung di atas terdapat sebuah nasihat yang melarang seseorang untuk berkata pasti, karena segala sesuatu harus dipirkan dahulu secara matang agar tidak ada penyesalan di kemudian hari.
Contoh Rejung
1. Andun Bejudi
Ke Manak andun bejudi
Minjam tukul minjam landasan
Minjam pulo rinti dan taji
Tanjak unak muaro ngalam
Kebaro sampai ke Bengkulu
Ko sosini
Kami lasampai ko sosini
Minjam dusun minjam lelaman
Minjam tempian jalan mandi
Numpak tunak saghi semalam
Batan pemabang ati rindu
2. Petai Tinggi
Saghang semut di petai tinggi
Sangkan petani telalu rayo
Rayo adak bemudo lagi
Tinggaran burung barau-barau
Batakla midang ke berugo
Beceghai ini
Alangka sedut beceghai ini
Beceghai aso ka lamo
Asoka adak betemu lagi
Ngejut betemu di palak rantau
Aghap diangkan kundang jugo
3. Be Kuto Tinggi
Gedung Agung bekuto tinggi
Gedung bekuto pagar besi
Adak karumpak nga lelanting
Rembun belabua pucuak gunung
Sinaro sampai ke Betungan
Burung tu kini
Kebaro injiak burung tu kini
Kisak di ranting kayu mati
Ngancam di puncak migo kuning
Di situ kia dapat niru agung
Kesian mbak kami la tinggal nian
4. Kuto Bengkulu
Bo laris kuto Bengkulu
Bo gending kuto di Lintang
Giring tebing di Lintang pulo
Tanjung Tapus perang kuagai
Siwar tekebat di tiang garang
Nian aku
Tanduak tepeguak nian aku
Kundang lengit sedaro ilang
Tapak kepingin kengit pulo
Rindu dendam sedang beragai
Terapunglah badan tinggal sughang.
5. Ampai Kela
Keris besalut ampai kela
Basing peraut basing peranggi
Siwar peranggi di Pelimbang
Ambiakka lading kelam pagi
Batan penebang bulua kasau
Sampai kela
Sesautnyo ading sampaikela
Basing sesaut basing sesangi
Adi sesangi marola timbang
Lamun badan sudolah ini
Batan penunggu teluak rantau.
6. Ulu Tebat
Ala ka panjang ulu tebat
Takut nga burung bereba mandi
Burung bereba mandi jugo
Bedepas memancung serai
Umbak gemulung di muaro
Apo buat
Seghai bekundang apo buat
Takut ading beruba ati
Ading beruba ati jugo
Semba begayu pulang awai
Dendam berulang paya sajo
7. Ganjo Selirang
Kain putia ganjo selirang
Selirang menggawing langit-langit
Langit itu nido pati siang
Jung empat belayar duwo
La duwo mangko belabuh
Luakka ilang
Ruponyo ilang luak ka ilang
Kimbang loliwa luak ka lengit
Ini ado pesan kemambang
Gayu selamat kundang urang
Empuak melayang jangan jaua
8. Bayar Sulit
Be umo di rena bayur sulit
Padi adiak jadi mangko masak
Bulia merusak tetanaman
Ngulang betanam dimak lagi
Pasar bengkulu lelayuan
Ado dikit
Ku seding nian adolah dikit
Bekundang ndiak jadi jadi kato banyak
Bulia merusakka usuran
Ngulang bekawan dimak lagi
Pasang mbak dulu la maluan
9. Rajo Ayam
Kukuak songiyang rajo ayam
Ingunan anak bujang penganjur
Batak la nganjur ke maro rupit
Kebun bungo di tengah padang
Kembang serumpun bungo padi
Kepado malam
Pesan siang kepado malam
Mpuak banyak bintang temabur
Najin ndo cayo di langit
Amburka jugo kunang-kunang
Batan peduman dalam ati
10. Dahan Kandis
Ala ka julai dahano kandis
Julai di tengah sampai ujung
Mpuak pulo di pucuak gudung
Ambiak serian taro bela
Rapat nga besi dalam gedung
Burung andis
Pesan perajo burung andis
Suaro kemambang burung tiung
Rawa kenidai pucuak gunung
Kalu belum betunggu bereba
Galung sesaut burung tiung
11. Jalak Nian
Ayamku ado jalak nian
Ayam serawa di tambangan
Jalak ado dalam kurungan
Putia tali mengambur jaua
Kini ngulang kutambang pulo
Banyak nian
Penano ku ini banyak nian
So rawa duwo gingganan
Ketigo pulo raso ka ilang
Kiro la iluak jangko belabua
Kini la ngulang kemambang pulo
12. Andun Menyabung
Ke manak andun menyabung
Ke musi mengilir taji
Singga bebulang di kedurang
Nguculka ayam ayam di belitia
Di dalam rejung
Sudo ku antak di dalam rejung
Udim kupaju dalam rengit nyanyi
Kalu bungo suko dikarang
Kapas ndak nyadi benang putia
13. Rantau Panjang
Jangan di mandi rantau panjang
Mandi di ulak lubuak puding
Puding belariak berang ini
Lariak o sampai berang sano
Luluak sayang
Upoyo bae luluak sayang
Kimbango bae luluak seding
Amo sayang ngapo luak ini
Ranting kecambang ndiak beguno
14. Mandi Angin
Belarislah kuto Mandi Angin
Kuto tegua beghangkai bila
Dayang serikan di berugo
Nyudoka tenun salah ragi
Di beringin
Pesan bereba di beringin
Rawa percang di keruya
Taun mano bulan kebilo
Mangko lawas terbang tinggi.
15. Kayu Bilut
Rejung siapo kayu bilut
Pata tigo lekam kemudi
Anak kemendur rasan jual
Anak Belando kintang dagang
Siapo luput
Tambang ayam siapo luput
Najin luput mengundang tali
Ndak dianjur kalu gawal
Larangan sutan di Pelimbang
*Sumber : http://zilent4.blogdetik.com
Sayangnya sekarang ini dah gak ada lagi yang melantunkan rejung, saya masih ingat waktu masih SMP klu tak salah, rejung dilantunkan di acara pernikahan saudara sepupu jauh... kini orang lebih suka dengan Organ Tunggal dibandingkan dengan bedindang, rejung dan tarian tradisional ...
So sad....
Bahasa Serawai
Bahasa Serawai merupakan salah satu dialek lokal bahasa melayu (http://melayuonline.com). Dalam bahasa Serawai ada dua macam dialek, yaitu dialek “o” dan dialek au. Yang dikmaksud dengan dialek “o” ialah kata-kata yang pada umumnya berakhiran dengan “o” seperti ke mano “kemana’, Tuapo “apa”, dan sapo “siapa”. Dialek “o” ini dipakai dalam wilayah Kecamatan Seluma dan Kecamatan Talo.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan dialek “au” ialah kata-kata yang pada umumnya berakhiran “au”, seperti ke manau “ke mana”, tuapau “apa”, dan sapau “siapa”. Dialek au ini dipakai dalam wilayah Kecamatan Pino dan Kecamatan Manna.
Bahasa Serawai “o”, yaitu mulai dari Marga Andelas (Kecamatan Seluma) sampai ke Marga semindang Alas (Kecamatan Talo). Jadi, secara administratif, bahasa Serawai yang diteliti ini mulai dari dusun Pekan Sabtu (Marga Andelas), kira-kira 13 km dari kota Bengkulu kearah Selatan sampai ke Dusun Pekan Markas (Marga Semindang Alas), kira-kira 119 km dari kota Bengkulu. Di dusun pekan Maras, yang merupakan perbatasan bahasa Serawai berdialek “o” dan au, sudah ada percampuran dialek “o” dan “au”. Sebagian penduduk memakai dialek “o” dan sebagian lagi memakai dialek “au”.
Pada umumnya bahasa Serawai dipakai antara keluarga Di dusun-dusun yang jauh dari kota besar, bahasa Serawai kadang-kadang dipakai juga dalam suasana dengan depati, pasirah, atau camat.
Di Dusun, Marga, Kecamatan yang jauh dari kota Bengkulu, orang Serawai memakai bahasa Serawai bila berbicara dengan orang yang baru dikenal. (misalnya Dusun Babatan, Marga Andelas) orang Serawai kadang-kadang memakai bahasa Melayu Bengkulu/ Indonesia bila berbicara dengan orang yang baru dikenal itu ternyata orang Serawai atau orang yang dapat berbicara dalam bahasa Serawai, barulah mereka memakai bahasa Serawai sebagai alat komunikasi.
Di Sekolah Dasar (SD) di dusun, ibu kota marga, kecamatan dan Kabupaten, bahasa Serawai digunakan sebagai bahasa pengantar di samping bahasa Indonesi. Di sekolah-sekolah lanjutan, bahasa Serawai tidak lagi dipakai sebagai bahasa pengantar.
Dalam masyarakat bahasa Serawai terdapat sastra lisan yang digolongkan atas dua golongan, yaitu prosa dan puisi. Yang digolongkan ke dalam prosa antara lain nandai, dan dongeng-dongeng. Nandai dalam bahasa Serawai ada dua macam Pengertiannya. Petama, dalam pengertian cerita rakyat biasa, misalnya nandai “Harimau Bersahabat dengan Kancil” dan nandai “Kura-kura Bersahabat dengan Beruk”. Nandai jenis ini ditubjukkan kepada anak-anak sebagai penghibur agar ia lekas tertidur. Kedua, nandai dalam pengertian cerita yang berisi unsur sejarah, misalnya nandai yang berisi sejarah peperangan Bengkulu dengan Aceh. Nandai jenis ini dituturkan oleh seseorang yang ahli dan ditujukan kepada orang-orang dewasa, sebagai pelipulara, misalnya jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Oleh karena nandai jenis kedua ini berisi unsur sejarah, biasanya ia diturkan dalam waktu berjam-jam, kadang-kadang sampai semalam suntuk. Dongeng-dongeng yang dapat digolongkan kedalam bentuk sastra misalnya ialah dongeng-dongeng tentang keajaiban sesuatu tempat. Selanjutnya, yang tergolong kedalam bentuk puisi antara lain pantun, rejung, dundai, taliban, jampi, ucap, dan dindang.
*sumber :http://ratribayu.multiply.com
Label: melayu lokal, nandai, serawai
Diposkan oleh Norma Puspita di 1:11 AM 0 komentar
SERAWAI
walaupun orang serawai, jujur je saiya belum mengenal asal muasal serawai...
mulai lah mencari di dunia google ...
Sejarah Serawai
*menurut Wikipedia
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi kedua terbesar yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya.
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Asal-usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Asal-usul suku Serawai hanya diperoleh dari uraian atau cerita dari orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar menghindar dari masuknya unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit untuk membedakan dengan yang bernilai sejarah. Ada satu tulisan yang ditemukan di makam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras, Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun sayang sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.
Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay, dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
* Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
* Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
* Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
* Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
* Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
* Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
* Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang putera yang tersebar di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal-bakal suku Serawai. Putera ke 13 Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura mempunyai keturunan sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.
Dalam istilah daerah Rejang, suku Serawai sering disebut Jang Sawei (Rejang Serawai). Dari sini kita dapat mengetahui bahwa suku Rejang menganggap bahwa suku Serawai merupakan salah satu pecahan dari suku Rejang, atau sejak dulu sudah berasimilasi dengan suku bangsa Rejang. Hal ini mungkin ada benarnya, banyak tarian adat suku Rejang yang memiliki banyak kesamaan dengan tarian adat suku Serawai, terlebih lagi bila kita menyimak kisah tentang Puteri Senggang di atas.
Kata Serawai sendiri masih belum jelas artinya, sebagian orang mengatakan bahwa Serawai berarti "satu keluarga", hal ini tidak mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan atau kekerabatan di antara orang-orang Serawai sangat kuat. Selain itu ada pula tiga pendapat lain mengenai asal kata Serawai, yaitu :
* Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti cabang. Cabang di sini maksudnya adalah cabang dua buah sungai yakni Sungai Musi dan Sungai Seluma yang dibatasi oleh Bukit Campang;
* Serawai berasal dari kata Seran. Kata Seran sendiri bermakna celaka, hal ini dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang karena terkena penyakit menular. Anak raja ini dibuang ke sungai dan terdampar di muara, kemudian di situlah anak raja tersebut membangun negeri.
* Serawai berasal dari kata Selawai yang berarti gadis atau perawan. Pendapat ini berdasarkan pada cerita yang mengatakan bahwa suku Serawai adalah keturunan sepasang suami-istri. Sang suami berasal dari Rejang Sabah (penduduk asli pesisir pantai Bengkulu) dan istrinya adalah seorang puteri atau gadis yang berasal dari Lebong. Dalam bahasa Lebong, puteri atau gadis disebut Selawai. Kedua suami-isteri ini kemudian beranak-pinak dan mendirikan kerajaan kecil yang oleh orang Lebong dinamakan Selawai.
Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu, seperti halnya aksara Kaganga, disebut oleh para ahli dengan nama huruf Rencong. Suku Serawai sendiri menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu. Susunan bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip dengan aksara Kaganga. Oleh sebab itu, tidak aneh apabila pada masa lalu para pemimpin-pemimpin suku Rejang dan Serawai dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk tulisan ini.
Diposkan oleh Norma Puspita di 12:58 AM 2 komentar
Sunday, July 4, 2010
Jepun Song Lyric : Shiosai (Mayumi Itsuwa)
SHIOSAI
Mayumi Itsuwa (Japan)
Daremo inai minato ni tachi
Shiosai wo kikeba
Yorube nasa ni mi mo kokoro mo
Yatsureta youna
Ah mishiranu sora kono machi ni
Yume wo idaita kono watashi wo
waratte kamome
Nagare boshi ga namida no youni
Potsuri to ochitara
Haruka tooi kokyo e to
Kiteki ga yobu yo
Ah itsuka kaeru ano machi ni
Ima wa genki de iru kara to
tsutaete okure
Ah itsuka kaeru ano machi ni
Kitto miyage banashi nado wo
kikasete ageyou
Contributed by Nori Iwato - January 2004)
*****
SHIOSAI (The Sound Of The Waves)
Mayumi Itsuwa (Japan)
Standing in a lonely harbor
I hear the sound of the waves
I am stranded and feel lost
My body and my soul worn out
Ah, seagull, look down and ridicule me
Who ever dreamed that I would be
In this strange town
And under this strange sky
A shooting star from above
Falls to the ground like a tear drop
A steam whistle makes me pine
For my home town far away
Ah, I'll get back to my town someday
Please tell them that I'm doing fine now
Ah, I'll get back to my town someday
And I will tell them stories of my travels
(Translated by Nori Iwato / Translation Corrected by Mel Priddle - January 2004)
Label: japan, jsong, lyrics, mayumi itsuwa, shiosai, song
Diposkan oleh Norma Puspita di 7:58 PM 0 komentar
Monday, June 14, 2010
Vulnerability Assessment of Urban Infrastructure to Climate Change Impact (Case Study : School Building SMPN/SMAN/SMKN Palembang City)
KAJIAN KERENTANAN INFRASTRUKTUR KOTA TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM (STUDI KASUS GEDUNG SEKOLAH SMPN/SMAN/SMKN KOTA PALEMBANG)
Norma Puspita , Budhi Setiawan dan Sarino
Palembang yang merupakan kota sungai karena banyak dialiri anak-anak sungai yang bermuara ke sungai Musi yang membelah kota Palembang perlu mengantisipasi dampak – dampak perubahan iklim. Menurut Arief Anshory Yusuf dan Herminia Francisco (2009), kota Palembang menduduki peringkat ke 16 dari tempat (distrik) paling rentan terhadap perubahan iklim di Asia Tenggara. Berdasarkan laporan IPCC dampak perubahan iklim pada daerah pesisir pantai / sungai yang mempunyai resiko paling tinggi adalah badai tropis, banjir dan meningkatnya muka air laut. Menurut CSIRO (2007), jenis infrastruktur yang memiliki resiko paling tinggi terhadap dampak perubahan iklim adalah infrastruktur gedung atau bangunan. Tujuan dari penelitian ini adalah pengembangan dari kajian kerentanan tingkat meso – level (regional/propinsi) dan memberikan informasi tingkat kerentanan infrastruktur gedung sekolah SMPN/SMAN/SMKN terhadap dampak perubahan iklim di kota Palembang. Bagian paling utama untuk menentukan tingkat kerentanan adalah indeks kerentanan infrastruktur (IVI). Indeks kerentanan infrastruktur ditentukan berdasarkan indikator – indikator kerentanan infrastruktur gedung seperti jumlah pengguna gedung (murid, guru dan pegawai), luas gedung, jarak gedung dari sungai dan infrastruktur drainase. Tingkat kerentanan infrastruktur diklasifikasikan berdasarkan 3 level yaitu rendah (low), sedang (moderate), dan tinggi (high). Analisa akhir pada kajian kerentanan adalah analisa resiko dengan melakukan overlay antara bahaya (banjir dan kenaikan muka air laut) dan tingkat kerentanan infrastruktur gedung. Analisa yang dilakukan secara kualitatif menggunakan aplikasi ILWIS. Penelitian ini menghasilkan tingkat kerentanan infrastruktur gedung pada kondisi sekarang (current) dan proyeksi yang akan datang (future), yang divisualkan dalam peta kerentanan dan resiko kota Palembang.
Kata kunci: perubahan iklim, kerentanan, infrastruktur, IVI, ILWIS.
Paper ini publish pada Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik
Sipil (KNPTS) 2010 dengan No. ISBN: 978-979-16225-5-4
Label: Climate Change, hazard, ILWIS, infrastruktur, IVI, kerentanan, perubahan iklim, risk, vulnerability
Diposkan oleh Norma Puspita di 10:37 PM 0 komentar