Kemaren menangis hari ini tertawa.
Kemarin malam tepatnya, tepat pada saat hujan mulai turun dengan gerimis mengundang mata berkaca – kaca ditambah hidung sudah mulai tersumbat ketika menyelesaikan buku Perempuan Keumala yang bercerita tentang Laksamana cantik nan Gagah berani dari negeri ujung Pulau Sumatera, negeri yang disebut – sebut Serambi Mekah, negeri dimana tempat terjadi sesuatu yang menyentak perhatian dunia dengan tsunaminya yang disebut juga nangroe Aceh Darussalam yaitu Laksamana Malahayati, Laksamana wanita pertama di dunia (ceekk…cekk….). Sumpeh dah… kalo gak baca buku ini (walaupun sejarah + fiksi) saya mungkin cuma tau namanya saja tapi gak tau siapa dan darimana. Buku yang kental bahasa melayunya.
Hujan bertambah deras diluar kamarku yang diiringi suara guruh menggelegar dan dahan kayu lapuk yang jatuh tertiup angin yang lumayan kencang. Sepertinya suasana alam megikuti suasana hatiku yang mengharu biru karena membaca buku “Tak Putus Dirundung Malang” Karya Sutan Takdir Alisjahbana. Buku yang bercerita tentang penderitaan dua orang anak manusia kakak beradik yatim piatu. Ternyata setting cerita di daerah pedalaman ketahun salah satu kecamatan di Bengkulu dimana 2 tahun yang lalu tepatnya jam setengah dua belas malam mobilku sedikit lagi masuk ke jurang (hiii…. Tenang yang satu ini orang tuaku belum tau ceritanya, kalaulah mereka tau mungkin saya gak diizinkan bekerja lagi dibidang yang sekarang saya jalani). Buku ini juga menggunakan bahasa melayu yang pernah berlaku di Indonesia. Kenapa dikatakan pernah berlaku karena saat ini bahasa Indonesia yang katanya berasal dari bahasa melayu sudah mulai tenggelam oleh bahasa – bahasa prokem, bahasa – bahasa gaul menurut ABG, dan sudah mulai tenggelam dengan bahasa – bahasa asing terutama bahasa inggris. Menurut saya bahasa melayu atau bahasa Indonesia dulu yang masih menggunakan ejaan lama itu sangat – sangat lebih sopan, halus, santun dan indah, kalo dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang sekarang ini yang lebih banyak lu gue- nya.
Balik ke cerita tentang hari Kemarin, sepertinya kemarin itu tepatnya kemarin malam temanya cerita sedih, dan bahasa melayu.
Sebaliknya hari ini, saya lebih banyak tertawanya (walaupun sudah diingatkan bahwa jangan terlalu banyak ketawa) mulai dari melihat kejadian yang lucu dijalan atau yang saya dan teman – teman alami ketika pergi kekantor, dan buku yang saya selesaikan malam ini serta acara di MetroTV . Saya baru saja menyelesaikan bacaan saya yang tinggal beberapa lembar di buku “Sokola Rimba” karya Butet Manurung tentang Orang Rimba, kalo disini lebih dikenal dengan suku anak dalam atau suku Kubu. Walaupun tinggal beberapa lembar tapi sudah lebih dari satu bulan baru saya selesaikan karena lembar – lembar yang terakhir ini sudah pernah saya baca.
Saya kalo baca buku dua kali maksudnya yang pertama saya baca dulu secara garis besar ceritanya dari awal cerita kemudian kebagian tengah cerita (maksudnya seberapa menarik cerita buku tersebut bagi saya) kemudian kebagian endingnya, kalo happy ending maka akan ada pembacaan buku tersebut untuk kedua kalinya secara mendetail tapi kalo sad ending, gak pa – pa baca aja kalo ceritanya mengharu biru huu….hu….. Mungkin ada yang bilang saya Pembaca yang egois atau pembaca yang penakut maunya yang happy ending melulu.
Biarin….. Anjing menggonggong Kafilah gebuk pakai batu bata….. (hii…hi….hii……..)
Setelah menutup buku saya jadi ingat ketika pertama kali datang ke Jambi, saya diingatkan sama teman – teman satu kantor, kalo nanti ke daerah suku kubu saya harus berhati – hati kalo ngomong dengan penduduk asli, jangan membuang ludah sembarangan, kemudian kalo makan harus hati – hati. Dimana – mana juga harus hati – hati, bukan didaerah suku kubu/anak dalam aja. Coba siapa yang mengijinkan membuang ludah sembarangan, saya aja kalo ada yang buang ludah didepan saya aja, saya udah jijik tiga per empat mati bukan setengah mati lagi. Tapi tetap aja saya dan teman saya cowok dua orang dan satu sopir ketakutan sampai menahan lapar selama dua hari dengan hanya menghabiskan air mineral di mobil sampai kembung dan tahan gak mandi selama dua hari (hiii…..). Padahal selama dua hari itu dah naik gunung turun gunung jalan kakinya, bisa kebayangkan gimana baunya (he…he…he…). Saking takutnya selama perjalan pulang pergi ke daerah itu saya gak berani buka jendela mobil, yang biasanya saya lebih suka dengan angin pegunungan yang masih bersih meniup muka saya tapi untuk perjalanan yang satu ini dengan sukarela saya menahan diri untuk tidak membuka jendela dan menghirup udara bersih pegunungan.
Setelah keluar dari daerah suku anak dalam dan sampai di salah satu ibu kota kabupaten, kami langsung mencari hotel untuk yang pertama pastinya ingin mandi sepuasnya dan tidur diatas kasur sepuasnya (dasar gak tahan banting ya…)
Sekarang aja dah bisa ketawa dan senyum – senyum sendiri kalo mengingat kenangan itu.
Waktu nulis ini aja, senyum – senyum sendiri.
Tuesday, November 25, 2008
Kemarin Menangis.. Hari ini Tertawa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment